A. Sifat
Kimia Karbohidrat
1. Sifat
Mereduksi
Monosakarida
dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana
basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi
karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh
adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini
tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion
Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu misalnya:
v Pereaksi
Fehling
Pereaksi
ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi,
juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi Fehling terdiri atas dua
larutan, yaitu larutan Fehling A dan larutan Fehling B. Larutan Fehling A
adalah larutan CuSO4 dalam air, sedangkan larutan Fehling B
adalah larutan garam Knatartrat dari NaOH dalam air. Kedua macam larutan ini
disimpan terpisah dan baru dicampur menjelang digunakan untuk memeriksa suatu
karbohidrat.
v Pereaksi
Benedict
Pereaksi
ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat dan
natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kuprisulfat
menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O.
Adanya natriumkarbonat dan natriumsitrat membuat pereaksi Benedict bersifat
basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah
bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa.
v Pereaksi
Barfoed
Pereaksi
ini terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan digunakan
untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida. Monosakarida dapat
mereduksi lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu2O terbentuk lebih
cepat oleh monosakarida daripada oleh disakarida, dengan anggapan bahwa
konsentrasi monosakarida dan disakarida dalam larutan tidak berbeda banyak.
Tauber dan Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu dengan jalan
mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang dihasilkan
direaksikan dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna biru
yang menunjukkan adanya monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah
tidak memberikan hasil positif. Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan
pereaksi Fehling atau Benedict ialah bahwa pada pereaksi Barfoed digunakan
suasana asam.
2. Pembentukan
Furfural
Dalam larutan
asam yang encer, walaupun dipanaskan, monosakarida umumnya stabil. Tetapi
apabila dipanaskan dengan asam kuat yang pekat, monosakarida menghasilkan
furfural atau derivatnya. Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi
dehidrasi atau pelepasan molekul air dari suatu senyawa.
Pentosa-pentosa
hampir secara kuantitatif semua terdehidrasi menjadi furfural. Dengan dehidrasi
heksosa-heksosa menghasilkan hidroksimetilfurfural. Oleh karena furfural
apabila direaksikan dengan α naftol atau timol, reaksi ini dapat dijadikan
reaksi pengenal untuk karbohidrat.
Pereaksi Molisch terdiri atas larutan
α naftol dalam alkohol. Apabila perekasi ini ditambahkan pada larutan glukosa
misalnya, kemudian secara hati-hati ditambahkan asam sulfat pekat, akan
terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas antara kedua lapisan itu akan
terjadi warna ungu karena terjadi reaksi kondensasi antara furfural dengan α
naftol. Walaupun reaksi ini tidak spesifik untuk karbohidrat, namun dapat
digunakan sebagai reaksi pendahuluan dalam analisis kualitatif karbohidrat.
Hasil negatif merupakan suatu bukti bahwa tidak ada karbohidrat.
3. Pembentukan
Osazon
Semua
karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas akan membentuk
osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazin berlebih. Osazon yang terjadi
mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-masing
karbohidarat. Hal ini sangat penting artinya karena dapat digunakan untuk
mengidentifikasi karbohidrat dan merupakan salah satu cara untuk membedakan
beberapa monosakarida, misalnya antara glukosa dan galaktosa yang terdapat
dalam urine wanita yang sedang dalam masa menyusui.
Pada reaksi antara glukosa
dengan fenilhidrazin, mula-mula terbentuk D-glukosafenilhidrazon, kemudian
reaksi berlanjut hingga terbentuk D-glukosazon. Glukosa, fruktosa dan manosa
dengan fenilhidrazin menghasilkan osazon yang sama.
4. Pembentukan
Ester
Adanya gugus
hidroksil pada karbohidrat memungkinkan terjadinya ester apabila direaksikan
dengan asam. Monosakarida mempunyai beberapa gugus –OH dan dengan asam fosfat
dapat menghedakinya menghasilkan ester asam fosfat. Gugus hidroksil dari
monosakarida bereaksi dengan asam fosfat membentuk ester sebagai berikut :
OH
OH
-CH2OH + HO-P=O
-CH2-O-P=O+H2O
OH
OH
5. Isomerisasi
Dalam larutan
asam encer monosakarida dapat stabil, tidak demikian halnya apabila
monosakarida dilarutkan dalam basa encer. Glukosa dalam larutan basa encer akan
berubah sebagian menjadi fruktosa dan manosa. Ketiga monosakarida ini ada dalam
keadaan keseimbangan. Demikian pula, apabila yang dilarutkan itu fruktosa atau
manosa, keseimbangan antara ketiga monosakarida akan tercapai juga. Reaksi ini
dikenal sebagai transformasi Lobry de Bruin van Eckenstein yang berlangsung
melalui proses enolisasi.
6. Pembentukan
Glikosida
Apabila glukosa direaksikan
dengan metilalkohol, menghasilkan dua senyawa. Kedua senyawa ini dapat dipisahkan
satu dari yang lain dan keduanya tidak memiliki sifat aldehida. Keadaan ini
membuktikan bahwa yang menjadi pusat reaksi adalah gugus –OH yang terikat pada
atom karbon nomor 1. Senyawa yang terbentuk adalah suatu asetal dan disebut
secara umum glikosida. Ikatan yang terjadi antara gugus metil dengan
monosakarida disebut ikatan glikosida dan gugus –OH yang bereaksi disebut
gugus –OH glikosidik.Glikosida banyak terdapat dalam alam, yaitu pada tumbuhan.
Bagian yang bukan karbohidrat dalam glikosida ini dapat berupa metilalkohol,
gliserol atau lebih kompleks.
B. Metabolisme
Karbohidrat
- Glikolisis
Glikolisis
adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan satu molekul glukosa menjadi
dua molekul piruvat. Proses ini dapat berlangsung didalam sel yang paling
sederhana tanpa memerlukan oksigen, lintas glikolisis memperlihatkan lima
fungsi utama di dalam sel yakni :
1.
Glukosa diubah menjadi piruvat, yang
dapat dioksidasi dalam siklus asam sitrat.
- Banyak senyawa selain glukosa
dapat memasuki lintas glikolisis pada tahap antara (intermediat).
- Dalam beberapa sel lintas
tersebut diubah untuk sintesis glukosa.
- Lintas tersebut mengandung zat
antara yang terlibat dalam reaksi metabolik lainnya.
- Untuk tiap-tiap molekul glukosa
yang dikonsumsi, secara netto dihasilkan dua molekul ATP melalui
fosforilasi tingkat substrat.
Secara keseluruhan, persamaan yang
setara untuk proses glikolisis adalah :
C6H12O6
+ 2 ADP + 2 NAD+ + 2 Pi à
2 C3H4O3
+ 2 ATP + 2 NADH + 2H+ + 2 H2O
Rumus
yang tampak di atas tidak memperlihatkan kerumitan lintas glikolitik yang
melibatkan sepuluh langkah reaksi enzimatik sitoplasmik yaitu :
- Heksokinase mengkatalisis fosforilasi α-D-glukosa menjadi α-D-glukosa-6 fosfat secara ireversibel, disini diperlukan ATP dan Mg2+.
- Glukosa-6-fosfat isomerase mengkatalisis isomerasi dari α-D-glukosa-6-fosfat menjadi α-D-fruktosa-6-fosfat secara reversibel yang berlangsung dengan bebas.
- Fosfofruktokinase memfosforilasi α-D-fruktosa-6-fosfat menjadi α-D-fruktosa-1,6-bisfosfat secara ireversibel, memerlukan ATP dan Mg2+. Fosfofruktokinase diatur secara alosterik dengan sejumlah efektor dimana semuanya terlibat dalam transduksi energi.
- Fruktosa-1,6-bisfosfat aldolase memecah α-D-fruktosa-1,6-bisfosfat menjadi D-gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroksiaseton fosfat.
- Triosafosfat isomerase mengubah dihidroksiaseton fosfat menjadi D-gliseraldehida-3-fosfat.
- Gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase mengkatalisis oksidasi D-gliseraldehida-3-fosfat, disertai dengan fosforilasi zat antara asam karboksilat, untuk menghasilkan D-1,3-bisfosfogliserat. NAD+ direduksi menjadi NADH + H+. Ini merupakan satu-satunya reaksi redoks yang terjadi dalam glikolisis.
- Fosfogliserat kinase mengubah D-1,3-bisfosfogliserat menjadi D-3-fosfogliserat, langkah ini menghasilkan ATP.
- Fosfogliseromutase mengkatalisis isomerasi antara D-3-fosfogliserat dan D-2-fosfogliserat.
- Enolase mendehidrasi D-2-fosfogliserat menghasilkan fosfoenolpiruvat. Reaksi ini memerlukan Mg2+.
- Piruvat kinase mengubah secara ireversibel fosfoenolpiruvat menjadi piruvat (produk akhir glikolisis).
2. Perubahan Piruvat
Perubahan piruvat yang dihasilkan
melalui glikolisis bergantung pada ketersediaan oksigen, keadaan energi dari
suatu sel, dan mekanisme yang tersedia bagi sel untuk mengoksdasi NADH menjadi
NAD+.
C3H4O3
+ 2 1/2 O2 à 3 CO2 + 2 H2O
Agar glikolisis dapat terus
berlangsung, maka NAD+ yang diperlukan untk reaksi oksidatifdlam
langkah 6 harus dihasilkan lagi dari NADH. Tanpa oksigen, reaksi dapat berlangsung
dengan mereduksi piruvat mejadi laktat, yang dikatalisis oleh laktat
dehidrogenase dengan reaksi :
3. Glukoneogenesis
Dalam sel mamalia, glukosa adalah
sumber energi yang paling melimpah, glukosa dimetabolisme di dalam semua sel
sebagai bahan bakar glikolitik dan disimpan dalam hati dan otot sebagai polimer
glikogen dengan syarat yang diperlukan adalah:
1.
ketersediaan rangka karbon spesifik
yang berasal dari asam amino tertentu,
2.
energi dalam entuk ATP dan
3.
enzim yang sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar